Sabtu, 10 Januari 2009

Konsep APHI Pemberdayaan Masyarakat

KONSEP APHI TENTANG
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI DALAM DAN DI SEKITAR KAWASAN HUTAN

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesejahteraan masyarakat desa di dalam dan disekitar hutan di negara-negara berkembang telah menjadi fokus perhatian dari berbagai organisasi internasional karena semakin berkurangnya luasan hutan yang menjadi sumber kehidupannya,sementara tingkat kemiskinannya masih dinilai tetap tinggi. Pemberdayaan masyarakat telah menjadi kata kunci pembangunan di negara berkembang, khususnya Indonesia. Hampir seluruh kegiatan pembangunan selalu dikaitkan dengan pemberdayaan masyarakat, sekalipun dengan pola dan pendekatan yang berbeda. Tak terkecuali bagi perusahaan-perusahaan besar yang memilki pengaruh signifikan terhadap tata kehidupan masyarakat setempat seperti perusahaan sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, pertambangan dan sebagainya.
Setidaknya terdapat beberapa alasan mengapa perusahaan perlu menempatkan pemberdayaan masyarakat menjadi kata kunci dalam bisnis mereka. Pertama, sebagai kewajiban yang diamanahkan oleh pemerintah. Kedua, sebagai wujud keprihatinan terhadap kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Ketiga, pemberdayaan masyarakat dalam rangka untuk mengamankan asset dan kegiatan produksi perusahaan. Keempat, sebagai bagian dari strategi hidup bersama dan bekerja bersama dengan masyarakat setempat, memadu kepentingan dan menata kehidupan bersama, sambil membangun kekuatan bersama melalui jalur-jalur peningkatan kesejahteraan sosial dan pengembangan usaha ekonomi sebagai unit bisnis masing-masing pihak (IUPHHK dan masyarakat).
Pemberdayaan masyarakat ke depan itu akan dilakukan oleh 4 stakeholders strategis yaitu pemerintah, masyarakat, pengusaha dan LSM dengan dukungan perguruan tinggi. Dukungan stakeholder lainnya masih diperlukan antara lain, lembaga adat dan lembaga keuangan alternatif. Pemerintah berperan sebagai fasilitator dan regulator dari ketiga stakeholders yang lainnya dan bukan sebagai pemain lagi. Dengan demikian setiap program pemberdayaan masyarakat seharusnya menempatkan masyarakat sebagai subyek bukan menjadi obyek seperti yang sekarang ini terjadi. Sebagaimana UU No. 41 tahun 1999 dan peraturan turunannya (PP No. 6 Tahun 2007) diamanatkan bahwa pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui hutan desa, hutan kemasyarakatan dan kemitraan (Pasal 84, PP. No 6 Tahun 2007). Dengan pertimbangan bahwa masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan masih berpola tani subsisten dan kurangnya kapasitas kelembagaan di tingkat masyarakat maka pengembangan pola kemitraan menjadi penting. Kemitraan tersebut diwujudkan dalam bentuk kerjasama antara perusahaan dan masyarakat, dimana masyarakat dihimpun dalam wadah koperasi, atau kelompok tani hutan. Wadah tersebut diperlukan karena tujuan akhir dari setiap program pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat yang mandiri, yakni dari petani subsisten ke spesialisasi unit usaha mikro, kecil dan menengah. Oleh karenanya program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat harus mengimplementasikan ekonomi kerakyatan.
Dalam konteks inilah APHI dan para anggotanya harus bertanggungjawab kepada lingkungan usahanya berupa tanggung-jawab sosial (corporate social responsibility), dan perusahaan ke depan melaksanakan program pemberdayaan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan.

B. Maksud dan Tujuan
Maksud pemberdayaan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan adalah untuk membangun keharmonisan dalam hidup berdampingan, dan saling mendukung yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Perusahaan di satu sisi berinvestasi secara aman dalam jangka panjang, dan masyarakat di sisi lain dapat memperoleh porsi untuk turut membangun hutan dan daerahnya serta meningkatkan kesejahteraannya melalui aktivitas usaha bidang pertanian, perkebunan dan/atau usaha lain yang memberikan dampak pada peningkatan kesejahteraannya.
Tujuan utama dari pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan IUPHHK adalah melakukan pembinaan masyarakat menuju kemandirian melalui program yang terpadu antara sektor produktif dan kegiatan pengelolaan hutan, sehingga diharapkan kegiatan-kegiatan tersebut dapat berhasil sehingga masyarakat dapat berkembang dan mampu membangun dirinya sendiri di kemudian hari yang dapat meningkatkan kesejahteraannya.


C. Sasaran Kegiatan
Sasaran kegiatan pemberdayaan masyarakat oleh IUPHHK adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan melalui perubahan orientasi dari petani subsisten ke unit usaha produktif, dengan kata lain merubah sikap kerja dari kelompok tenaga kerja menjadi kelompok wiraswasta. Sasaran antara adalah membangun penguatan kelembagaan melalui kelompok usaha bersama (KUB atau Koperasi) yang lebih produktif.
Kelembagaan pada tingkat masyarakat sangat penting karena diharapkan dapat menjadi bagian dari pemberdayaan masyarakat untuk lebih memiliki posisi tawar yang lebih baik. Sedangkan sasaran jangka panjangnya adalah membangun masyarakat yang mandiri dan mampu melakukan aktivitas usaha yang lebih menguntungkan, dan perusahaan dapat melangsungkan usahanya secara efisien dan berkelanjutan. Sebagai langkah awal dan prasyarat utama sebelum memulai pelaksanaan pengembangan masyarakat adalah adanya kesepakatan antara masyarakat dengan perusahaan dalam kerjasama untuk membangun kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dimuat dalam perjanjian penggunaan lahan. Isi dari kesepakatan tersebut antara lain adalah kewajiban perusahaan untuk melaksanakan kegiatan pembinaan masyarakat dalam konsep Pemberdayaan Masyarakat. Dengan demikian implementasi dari isi kesepakatan penggunaan lahan yang dibuat antara perusahaan dengan masyarakat merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan pengembangan masyarakat itu sendiri.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan penyusunan konsep pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh IUPHHK yaitu :
1) Inventarisasi model-model pemberdayaan masyarakat yang telah dilaksanakan oleh IUPHHK.
2) Menelaah dan mengkaji hasil-hasil peninjauan lapangan yang dilakukan oleh Tim Pemberdayaan Masyarakat Departemen Kehutanan, LSM dan APHI.
3) Penyusunan konsep pemberdayaan masyarakat yang dapat diterapkan oleh pemegang IUPHHK berdasarkan kajian akademisi dan pengalaman yang telah dilaksanakan oleh IUPHHK.
Dalam kajian model-model yang diterapkan perusahaan tidak menganalisis kelayakan usaha karena keterbatasan data dan informasi yang diperoleh dari Perusahaan yang melaksanakan pemberdayaan masyarakat.
E. Manfaat Kajian
Manfaat dari hasil peninjauan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan di tiga lokasi, yaitu PT. Wira Karya Sakti (PT. WKS) di Jambi, PT. Riau Andalan Pulp & Paper (PT. RAPP) di Riau, dan PT. Finnantara Intiga (PT. FI) di Kalimantan Barat adalah memberikan gambaran terhadap apa yang dilakukan oleh perusahaan kepada masyarakat. Berbagai aktivitas yang dilakukan untuk memberdayakan masyarakat di tiga lokasi tersebut apakah sudah memberikan dampak positif berupa peningkatan pendapatan masyarakat setempat (di dalam dan di sekitar kawasan hutan). Di samping itu, Tim melakukan kajian terhadap kegiatan pembangunan hutan pola kemitraan untuk memberdayakan masyarakat. Hasil kajian ini dapat memberikan gambaran apakah pengelolaan hutan bersama masyarakat melalui pola kemitraan ini layak secara finansial dan mampu mensejahterakan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan. Lebih lanjut dari hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi pola pemberdayaan masyarakat di beberapa unit pengelolaan hutan (IUPHHK). Selanjutnya, hasil ini dapat menjadi titik tolak pertimbangan pada pengambilan keputusan Departemen Kehutanan dalam mengimplementasikan PP No. 6 Tahun 2007.

II. KONSEPSI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
A. Prinsip Dasar
Disamping beberapa alasan mengapa perusahaan perlu menempatkan pemberdayaan masyarakat menjadi kata kunci dalam bisnis IUPHHK, adalah bahwa kondisi lahan yang dikelola Perusahaan ada diantaranya secara ”defacto” dikuasai oleh masyarakat. Penguasaan lahan oleh masyarakat ini dilandasi oleh konvensi secara turun-temurun atau masyarakat adat (hak ulayat) setempat telah bekerja di atas lahan tersebut untuk bercocok tanam secara subsisten. Dalam operasionalnya, Perusahaan sebelum melaksanakan kegiatannya harus didahului dengan musyawarah untuk:
1) Negosiasi khusus dengan masyarakat setempat selaku pemegang hak ulayat (adat) ataupun individu;
2) Musyawarah dengan masyarakat untuk dapat mengelola lahan yang ada, oleh karena itu perusahaan menciptakan suatu “frame kerjasama”;
3) Memberikan peran serta masyarakat dan pemerintah setempat melalui suatu kerjasama yang baik (proporsional) dalam pelaksanaan pengelolaan hutan agar tercipta suatu kondisi yang mendukung operasionalisasi kegiatan;
sesuai amanat dalam Peraturan Pemerintah terkait dengan pemegang HP-HTI, Kep.Men.Hut. No 70/Kpts-II/95 (Tata Ruang); Kep.Men.Hut No 36/Kpts/IV-HPH/1998(PMDH); dan PP No. 6 Tahun 2007 yang mengamanatkan perlunya pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan.
Perusahaan yang melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat diupayakan dapat melahirkan prinsip-prinsip dasar pengembangan, yaitu :
1) Membangun kemandirian dan keberdayaan, dalam arti masyarakat memahami kelemahan dan menyadari potensi dirinya untuk tidak selamanya tergantung kepada pihak lain (creative independency), mampu melihat realitas social dalam lingkungannya dengan segala latar belakangnya dan kemudian mampu menemukan cara untuk mengatasi persoalan-persoalan oleh mereka sendiri.
2) Partisipatif, dalam arti masyarakat berperan aktif dalam semua proses pengambilan keputusan sejak perencanaan, pelaksanaan, kegiatan, pemantauan pemanfaatan hasil secara merata, memelihara keberlanjutan dayaguna dan mengevaluasi dampak jangka panjang.
3) Kemitraan yang setara dan saling memberi manfaat, dalam arti bahwa permasalahan masyarakat, bukan hanya tanggung jawab perusahaan saja, akan tetapi juga pihak-pihak lain seperti perguruan tinggi, LSM, instansi pemerintah dan lembaga lain yang terkait di tingkat daerah.
4) Pendampingan sebagai proses pendidikan masyarakat. Pendampingan itu bukan hanya mementingkan hasil kegaitan yang dicapai, namun juga proses bagaimana hasil-hasil itu dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, serta merubah sikap kerja dari semula sebagai tenaga kerja menjadi wiraswasta yang mandiri. Pendampingan ini diperlukan dalam jangka panjang.
Strategi tersebut di atas diharapkan dapat membangun kemandirian masyarakat di dalam mengembangkan asset ekonomi, mengembangkan sumber daya alam dan lingkungannya, serta meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan entitas sosial budayanya.

B. Kelembagaan Masyarakat
Pada umumnya konteks masyarakat di dalam areal IUPHHK adalah sub-sisten dari sistem pengelolaan hutan. Kondisi masyarakat seperti ini kecenderungannya adalah konsumtif dan tidak terbiasa menabung. Selain itu juga kondisi geografi dengan aksesibilitas yang rendah menyebabkan komunikasi dan perkembangan informasi serta mobilitas masyarakat sangat terbatas. Masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan umumnya tidak terbiasa berkelompok dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan umum yang timbul di dalam komunitasnya. Aktivitas kegiatan lapangan pada saat awal penanaman dan dimulainya operasional penebangan akan banyak menyediakan kesempatan kerja yang bersifat padat karya. Pada kesempatan ini akan banyak peluang yang dapat ditangkap masyarakat jika didukung kemampuan untuk mengelola peluang tersebut. Selain kemampuan teknis mengelola juga harus didukung modal yang cukup memadai.
Pada kondisi masyarakat yang ada saat ini sangat sulit ditemukan individu yang memiliki kemampuan seperti hal tersebut. Oleh karena itu perusahaan berusaha mempersiapkan masyarakat agar dapat menangkap peluang yang ada dengan memberikan pemahaman akan pentingnya membangun kekuatan dan kemampuan bersama dengan cara membentuk kelompok yang memiliki tujuan dan persepsi sama diantara anggota kelompok. Kelompok inilah yang dalam implementasinya diwujudkan dalam pembinaan Kelompok Usaha Bersama (KUB). Kelompok Usaha Bersama (KUB) ini diharapkan dapat menjadi :
1) Tempat berkumpulnya orang-orang yang memiliki kesamaan tujuan untuk menyatukan kemampuan (ide, gagasan, modal dll);
2) Wahana usaha produktif yang ada di lingkungan masyarakat khususnya peluang usaha dari aktivitas operasionalisasi perusahaan. Pada masa yang memungkinkan diharapkan KUB ini dapat menjadi ”mitra” perusahaan sebagai kontraktor pelaksanaan pekerjaan;
3) Sarana usaha untuk memberikan tambahan masukan bagi pembangunan komunitas melalui penyisihan keuntungan;
4) Sarana mengorganisir masyarakat dalam menyambut program-program pembinaan yang dilakukan oleh perusahaan (budidaya karet unggul, mewadahi kelompok tani, pengelolaan royalty, dll).
Pada akhirnya KUB ini diharapkan mampu menjadi perwakilan masyarakat dalam komunitas tersebut untuk melanjutkan kerjasama pengelolaan lahan melalui pola kemitraan.

C. Peran Stakeholders
1. Pemerintah
Memberikan komitmen dan dukungan penuh, terhadap program Pemberdayaan Masyarakat yang dilakukan oleh pemegang IUPHHK melalui kemitraan dengan Koperasi Tani Hutan. Mengesahkan pembentukan Kelembagaan Koperasi Tani Hutan Memberikan sertifikasi benih, bibit, pupuk, pestisida, insektisida, herbisida yang dipakai dalam kegiatan Pemberdayaan Petani.
2. Pemegang IUPHHK
Bertindak sebagai mitra Koperasi Tani Hutan dan sekaligus Pengelola Usaha Pertanian. Memperbaiki kondisi lahan Koperasi Tani Hutan dalam upaya meningkatkan produktivitas lahan, Memilih dan mencari benih, bibit, pupuk, pestisida, insektisida, herbisida yang akrab lingkungan Membantu pengembangan usaha tani dengan teknologi terapan dalam rangka meningkatkan kualitas produk Melakukan proses pasca panen dan mengatur logistik produk pertanian Memasarkan produk pertanian di pasar lokal, regional dan global.
3. Koperasi atau Kelompok Tani Hutan
Petani harus bernaung dalam wadah Koperasi Tani Hutan
Koperasi Tani Hutan harus menyediakan lahan yang memenuhi persyaratan tumbuh untuk digunakan bagi program Pemberdayaan Masyarakat Koperasi Tani Hutan menandatangani Perjanjian Kontrak Farm dengan pemegang IUPHHK. Koperasi Tani Hutan harus bertanggung jawab untuk mengembalikan semua fasilitas yang diterima dari Pemerintah atau pihak manapun. Koperasi Tani Hutan berjanji untuk menyerahkan semua produk pertanian yang dihasilkan kepada pemegang IUPHHK, untuk diproses lebih lanjut dan/atau dipasarkan di pasar lokal, regional dan global dengan harga diatas biaya produksi.
4. LSM
Pendampingan sejak awal penyiapan program sampai petani mandiri. Penguatan kelembagaan masyarakat Pengawasan
5. Perguruan Tinggi
Proses transfer pengetahuan dan teknologi Kajian dan pengembangan pola-pola pembangunan kehutanan, terkait dengan diagnostik pemberdayaan masyarakat;
Pendampingan dan memaduserasikan program-program yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Swasta dan Masyarakat.
1 = Interseksi antara Pemerintah dan Korporat untuk mendapatkan investasi yang aman dan kepastian usaha (kepastian kawasan);
2 = Interseksi antara Pemerintah dan Komuniti untuk mendapatkan perlindungan hak-hak masyarakat dan penyelesaian konflik penggunaan lahan;
3 = Interseksi antara Korporat dan Komuniti untuk pemberdayaan masyarakat (kemitraan antara Perusahaan dan Masyarakat);
4 = Interseksi antara ketiga pelaku utama untuk fokus peningkatan peran, posisi, dan penguatan kelembagaan (Pemerintah, Korporat dan Komuniti) agar unit usaha lebih optimal.

III. PERMASALAHAN DAN PROGRES
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

A. Permasalahan Saat Ini
Sebagian perusahaan yang telah melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat telah terbentuk kelompok namun aktivitas kelompok belum aktif secara maksimal karena yang aktif hanya pengurusnya saja dan tidak pernah dilakukan rapat dengan melibatkan seluruh anggota yang ikut kemitraan (masih bersifat individu-individu).
1) Tidak ada pendampingan secara kontinyu di lapangan baik dari pemerintah daerah, perusahaan maupun LSM.
2) Kurangnya komunikasi antara anggota kelompok tani sehingga aturan main kelompok belum dijalankan bahkan di sebagian tempat belum ada.
3) Adanya rasa ketidakpercayaan anggota terhadap kelompok atas pembagian hasil, karena kurangnya transparansi perusahaan maupun pengurus kelompok. 2 Komuniti
Gambar 1. Peran Para Pihak (Stakeholders) atau Pelaku Utama
Regulasi Jaminan Akses & Investasi, Monev, Insentif, Fasilitasi & Mediasi, dan perbaikan Infrastruktur. Pemda tenaga fasilitator Komitmen Social Assesment Identifikasi Stakeholder Bangun Kemitraan
Prinsip 3 Bottomline
√ Informasi; Akses;
√ DIKLAT
√ Minimkan Ekses
Korporat Pemerintah
1 Bangun
√ Konsesus
√ Kapasitas
Susun Program 3
4) Legalitas status kepemilikan lahan kebanyakan masih berstatus SKT (Surat Keterangan Tanah) sehingga belum jelas status kepemilikan lahan untuk pengurusan ijin penanaman, penebangan dan pengangkutan.
5) Pengurus Kelompok Tani kurang transparan terhadap anggotanya. Tidak adanya tranparansi dari pengurus mengenai bagi hasil bagi anggota serta berkurangnya luasan lahan anggota akibat pengurangan oleh pengurus menyebabkan anggota tidak percaya dan tidak tertarik lagi untuk menanam kembali arealnya dengan tanaman hutan dan cenderung ingin mengganti dengan komoditas lain yang lebih menguntungkan.
6) Aktivitas kelompok belum dilakukan secara maksimal karena yang aktif hanya pengurusnya saja dan tidak pernah dilakukan rapat rutin dengan melibatkan seluruh anggota yang ikut kemitraan.
7) Belum ada mekanisme terkait dengan aturan main kelembagaan khususnya yang berhubungan dengan kegiatan pengelolaan hutan.

B. Permasalahan Masa Depan
Program pemberdayaan masyarakat menekankan pada partisipasi stakeholders. Namun pengejewantahan program pemberdayaan masyarakat tersebut masih menempatkan pemerintah dan perusahaan sebagai stakeholder utama, sementara masyarakat masih ditempatkan pada posisi penerima manfaat. LSM dan perguruan tinggi malah sering terlupakan. Penerapan program pemberdayaan masyarakat tersebut tidak cukup didasarkan atas kesadaran bahwa dalam mewujudkan iklim usaha yang lestari hanya mengandalkan pemerintah dan perusahaan dan atau kombinasi keduanya saja. Persoalan-persoalan ke depan yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat oleh pemegang IUPHHK antara lain :
1) Pembentukan dan penguatan kelembagaan baik di tingkat masyarakat maupun perusahaan.
2) Sulitnya mencari areal yang clean and clear yang dapat dijadikan areal kemitraan antara perusahaan dan masyarakat.
3) Adanya konflik kepentingan antara pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat.
4) Kesulitan masyarakat untuk akses finansial dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang sumbernya selain dari perusahaan pemegang IUPHHK.
C. Progres Pemberdayaan Masyarakat
(1) Hibah (Charity)
Sejak tahun 1991 Departemen Kehutanan mengeluarkan kebijakan pemberdayaan masyarakat desa hutan dalam bentuk HPH Bina Desa. Kebijakan tersebut merupakan mekanisme bagi sektor swasta Kehutanan untuk mendistribusikan sebagian keuntungannya bagi pengembangan masyarakat lokal (Community Development) di desa-desa di sekitar konsesinya. Sesuai perkembangan keadaan pelaksanaan HPH Bina Desa diperluas dan dipertajam sehingga menjadi suatu kewajiban bagi pemegang IUPHHK untuk melaksanakan Program Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) dengan ditetapkan satuan biayanya.
Dalam perkembangannya pelaksanaan PMDH dianggap sebagai pemberian dari pemegang IUPHHK (charity). Dalam banyak hal, kegiatan PMDH belum menumbuhkembangkan ekonomi masyarakat baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Oleh sebab itu maka perkembangan kebijakan Pemerintah selanjutnya bahwa program pelaksanaan PMDH lebih diintegrasikan kedalam kegiatan kelola sosial yang menjadi satu kesatuan didalam pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL).

(2) Bantuan Sektor Produktif
Tuntutan pasar global dan tuntutan permasalahan sosial di lapangan menjadikan pemberdayaan masyarakat desa hutan tidak hanya sekedar kewajiban namun sudah merupakan suatu kebutuhan bagi pemegang IUPHHK dalam rangka pencapaian Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) serta mensejahterakan masyarakat. Perkembangan pengelolaan dan tuntutan lokal (masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan) menarik perusahaan untuk bekerjasama dengan masyarakat. Perusahaan mulai memberikan bantuan ke arah sektor produktif, seperti bantuan bibit karet unggul, percetakan sawah baru, pembinaan agroforestry, dan lain-lain kegiatan yang dapat membantu masyarakat ke arah lebih sejahtera, walaupun terkadang masih sangat parsial (kelompok-kelompok tertentu).




(3) Internalisasi Biaya Sosial
Sehingga, dimasa mendatang kebijakan dan program kehutanan harus memasukkan lima pilar penanggulangan kemiskinan nasional dalam strateginya. Program kehutanan perlu mendukung: (1) upaya perluasan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat miskin; (2) upaya pemberdayaan masyarakat miskin, sehingga memperoleh kembali hak-hak ekonomi, sosial danpolitiknya; (3) upaya peningkatan kapasitas masyarakat miskin, agar mampu bekerja dan berusaha lebih produktif dan memperjuangkan kepentingannya; (4) upaya perlindungan sosial, yang memberikan perlindungan dan rasa aman bagi masyarakat miskin; serta (5) kemitraan global dalam program penanggulangan kemiskinan. Dalam jangka menengah, penting pula kiranya untuk memasukkan indikator kemiskinan khusus bagi masyarakat miskin di lingkungan hutan dalam sensus dan survey Biro Pusat Statistik (BPS) atau lembaga sejenis. Kebijakan prioritas Departemen Kehutanan saat ini yaitu pemberdayaan ekonomi masyarakat di lingkungan kawasan hutan perlu untuk dikemas dalam suatu kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan berbasis hutan (forest-based poverty alleviation programmes).
Di sini perusahaan sudah mulai menginternalisasikan biaya ke dalam biaya produksi. Perusahaan secara sadar perlu mengikutsertakan masyarakat dalam aktivitas pengelolaan hutan, baik dalam pembangunan hutan tanaman, maupun aktivitas panen dan pascapanen. Jika dibandingkan dengan biaya-biaya pada hibah dan bantuan sektor produktif, tingkatan ini pada awalnya sangat berat dan sangat membebani perusahaan. Namun diharapkan di masa depan, seluruh biaya operasi akan lebih efisien karena biaya-biyaya tersebut menjadi integrasinya dalam pengelolaan hutan.

IV. MODEL-MODEL PEMBERDAYAAN

A. Bentuk Model
Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan perusahaan mengacu pada program Community Development perusahaan yang meliputi :
1) Pemberdayaan dalam rangka mendukung kegiatan sosial budaya masyarakat termasuk diantaranya adalah kegiatan peningkatan SDM masyarakat melalui training pemberdayaan masyarakat.
2) Pemberdayaan dalam rangka berkontribusi menyediakan infrastruktur dan fasilitas umum.
3) Pemberdayaan dalam upaya meningkatkan ekonomi masyarakat menuju kemandirian diantaranya kemitraan usaha, kemitraan hutan rakyat.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang telah dilaksanakan oleh IUPHHK dan APHI secara garis besar meliputi :
1) Pemberian saham koperasi kepada kelembagaan koperasi masyarakat desa hutan yang berlokasi di dalam dan di sekitar areal konsesi IUPHHK-HA sebagai salah satu persyaratan dalam rangka perpanjangan ijin konsesi HPH sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1999.
2) Pemberian bantuan pengembangan sumber daya manusia masyarakat sekitar hutan, baik dalam bentuk bantuan beasiswa, pengembangan sarana pendidikan maupun bantuan-bantuan lain yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia melalui dana levy and grant.
3) Pemberian bantuan dana koperasi oleh anggota APHI kepada masyarakat sekitar kawasan hutan dalam rangka memperkuat kelembagaan koperasi unit desa dan pengembangan perekonomian rakyat.
4) Bantuan pemberian fee kubikasi produksi kepada masyarakat sekitar kawasan hutan di propinsi Papua dan propinsi Kalimantan Timur berdasarkan SK Gubernur, terutama kepadamasyarakat adat/lokal yang memiliki hak ulayat yang arealnya tumpang tindih dengan areal konsesi HPH.
5) Peningkatan keterlibatan masyarakat sekitar kawasan hutan dan pengembangan sosial ekonominya (sebagai kontraktor kegiatan) melalui pemberian kesempatan untuk mengusahakan hutan alam maupun hutan tanaman. Segmentasi kegiatan di pengusahaan hutan alam meliputi kegiatan penebangan dan perakitan. Sedangkan segmentasi kegiatan di pengusahaan hutan tanaman meliputi kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, penebangan dan pengangkutan.
6) Dalam rangka mewujudkan manfaat pengusahaan hutan secara langsung kepada masyarakat sekitar hutan, APHI telah melakukan upaya kepada Menteri Kehutanan RI dan Menteri Keuangan RI agar masyarakat sekitar hutan dapat memperoleh prosentase porsi pembagian dana perimbangan, baik Dana Reboisasi (DR) maupun dana Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH).
7) Pelatihan manajemen konflik bagi praktisi pengusahaan hutan yang dilaksanakan di Samarinda, Pekanbaru, Jambi dan Menado sebanyak 4 angkatan dengan jumlah peserta 117 orang
8) Pelatihan konflik sosial di HPHTI bekerjasama dengan PT Musi Hutan Persada di Subanjeriji diikuti 18 orang dari 6 unit manajemen HPHTI.

B. Tahapan-tahapan Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses, suatu usaha yang berkesinambungan. Proses itu sendiri menuntut adanya pentahapan sasaran yang merupakan prasyarat bagi tercapainya tujuan Pengembangan Masyarakat. Terdapat 8 (delapan) langkah yang dillakukan dalam upaya mewujudkan program pemberdayaan masyarakat yakni sebagai berikut :
1. Observasi
Masyarakat setempat, bersama perusahaan mengadakan observasi untuk mengenali dan mengumpulkan kebutuhan masyarakat dan kemampuan yang dimiliki atau kemampuan potensial yang ada dalam masyarakat. Bahan-bahan yang dikumpulkan kemudian dikaji, dianalisa sehingga menghasilkan sejumlah masalah yang ingin diatasi oleh masyarakat. Masalah yang ditemukan ini belum tentu bahwa sudah disadari oleh seluruh masyarakat setempat. Kalau demikian masih perlu diusahakan penyadaran, sehingga masyarakat setempat menjadi sadar bahwa mereka mempunyai masalah seperti itu, disamping memiliki kemampuan.
2. Identifikasi Masalah
Hasil observasi keadaan dan kondisi sosial (masyarakat) di dalam dan di sekitar kawasan hutan dicatat dan diidentifikasi permasalahan yang ada. Permasalahan tersebut dirumuskan untuk menetapkan program-program pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
3. Menetapkan Prioritas Program
Bila masyarakat sudah sadar akan masalah yang dihadapi, segera diajak untuk menetapkan prioritas. Dalam arti masalah mana yang akan ditangani terlebih dahulu.
4. Menetapkan Tujuan
Setelah prioritas ditetapkan, masyarakat diajak untuk menetapkan tujuan program, dalam arti menetapkan yang ingin diperoleh dari usaha mengatasi masalah tersebut. Harus selalu diingat tujuan hendaknya selalu konkrit, sederhana, mampu untuk mencapai dan menyebutkan kurun waktu tertentu.
5. Menetapkan Strategi
Atas dasar tujuan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama, masyarakat diajak untuk menetapkan strategi yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut.
6. Membuat Rencana Operasional (RO)
Strategi yang sudah disepakati kemudian dituangkan dalam Rencana Kerja, yang telah mencakup pembagian kerja/tanggungjawab pembagian kerja, cara melaksanakan kegiatan, jadwal waktu dan penetapan lokasi serta kebutuhan biaya.
7. Pelaksanaan Kegiatan
Rancana kerja yang disetujui dijadikan dasar oleh seluruh pihak yang akan terlibat dalam pelaksanaan program. Selama pelaksanaan program harus dilakukan pendampingan dan pembinaan oleh petugas lapangan dari perusahaan.
8. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dilaksanakan dengan mencatat dan melaporkan setiap kegiatan, agar dapat dipakai untuk membandingkan dengan rencana yang sudah ditetapkan. Bila ada penyimpangan dengan rencana segera diumpan balikkan kepada pelaksana untuk mendapat perhatian dan ditindaklanjuti. Pengembangan program pemberdayaan masyarakat didasarkan atas hasil monitoring dan evaluasi, dimana kegiatan yang dilaksanakan telah berhasil. Namun, dinamika masyarakat terus berkembang sehingga menuntut peningkatan pencapaian usaha. Oleh karena itu pemberdayaan mayarakat di masa depan perlu membangun strategi baru yang lebih optimal dalam pencapaian pemberdayaan masyarakat.
Secara garis besar ada dua persiapan yang perlu diperhatikan sebelum melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat (Social Empowerment), yaitu :
1. Persiapan Teknis
Persiapan teknis merupakan proses penyusunan rencana dalam penetapan target fisik maupun biaya kegiatan serta fasilitas pendukung lainnya dengan melakukan pengamatan/observasi, pengumpulan dan pengkajian terhadap data dasar. Data Dasar yang akan dikaji dapat diperoleh melalui :
a. Hasil kesepakatan penggunaan lahan yang dibuat antara perusahaan dengan masyarakat.
b. Rekomendasi tim perolehan lahan
c. Hasil Survey Sosial Ekonomi Masyarakat oleh tim perolehan lahan.
d. Rencana Operasional (RO)
e. Rencana Karya Tahunan (RKT).
f. Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP).
OBSERVASI
(1) MENETAPKAN STRATEGI
(2) PELAKSANAAN
(3) MASALAH
(4) MENETAPKAN PRIORITAS
(5) MENETAPKAN TUJUAN
(6)GAGAL MONITORING DAN EVALUASI
(7) MENETAPKAN RENCANA OPERASIONAL
(8) BERHASIL PERSIAPAN SOSIAL
Mengenal kondisi lokasi, masy, SDM, SDA, dan masalah yang dihadapi Hasil dari Observasi, inventarisasi masalah Menyusun skala prioritas sesuai dengan kebutuhan masyarakat Masyarakat diajak untuk menetapkan tujuan program.
Menyusun strategi untuk melaksanakan tujuan Rencana biaya, jangka waktu, volume kegiatan, penangungjawab, dll.
Pendampingan, pembinaan dan pengarahan, konsultasi Menyusun laporan Internal dan Eksternal; mingguan, bulanan, semester dan tahunan sebagai bahan evaluasi dan monitoring Mengenalkan program yang akan dilaksanakan, dan melakukan penyadaran padamasyarakat
Gambar 2. Tahapan Pemberdayaan Masyarakat di IUPHHK Pengembangan

2. Persiapan Sosial
Pada dasarnya persiapan sosial dilaksanakan agar kegiatan yang akan dilaksanakan mendapat dukungan dari masyarakat. Dengan kata lain, persiapan sosial merupakan seluruh upaya dari kegiatan yang dilakukan sebelum kegiatan Pemberdayaan Masyarakat, dengan tujuan :
a. Masyarakat mengenal kegiatan yang akan dilaksanakannya,
b. Masyarakat bersedia untuk ikut berperan serta dalam seluruh tahapan program yang akan dilaksanakan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat.
Dalam proses tahapan sosial meliputi kegiatan usaha pengenalan dan penyadaran. Proses pengenalan dimaksudkan untuk mengetahui kebutuhan dan kemampuan baik yang sudah ada maupun yang potensial dimiliki oleh masyarakat dan daerah setempat. Sedangkan proses penyadaran dimaksudkan agar masyarakat dapat memahami dan sadar dengan sepenuh hati tentang kebutuhan, kemampuan dan masalah yang dihadapi.

C. Implementasi
Dalam implementasi pola yang dikembangkan adalah menyelaraskan operasional pengelolaan hutan dan peningkatan kerjasama, dimana masyarakat menyediakan lahan yang dikuasai secara adat atau turun temurun, dan perusahaan mengelola lahan hutan tersebut. Pola penggunaan lahan masyarakat yang dikembangkan adalah membangun ikatan kerjasama dalam pengelolaan hutan yang saling memberikan manfaat bersama, baik secara ekonomi, sosial maupun perbaikan kualitas lingkungan. Implementasi kerjasama tersebut berupa :
1) Pembinaan kelembagaan masyarakat melalui penguatan Kelompok Usaha Bersama (KUB) baik dalam bentuk koperasi, kelompok usaha tani dll;
2) Material pembangunan usaha selain tanaman hutan sebagai pokok yang mengakomodir keinginan masyarakat, misalnya kebun karet unggul dan pembinaan teknis budidayanya;
3) Pembinaan usaha pertanian menetap dan terpadu (hortikultura, perikanan, peternakan) sebagai hasil antara sambil menunggu hasil utama dari kayu ;
4) Nilai manfaat dari keberadaan perusahaan dimana masyarakat ikut terlibat aktif dalam semua tahapan kegiatan pengelolaan hutan atau bahkan dalam bentuk lain berupa royalty fee;
5) Pembangunan sarana-prasarana untuk menunjang pendidikan, kesehatan, dan aksesibilitas masyarakat setempat.
Keseluruhan kerjasama tersebut dikemas dalam program Pengembangan Masyarakat (Community Development Program). Oleh karena itu CD Program yang dilaksanakan oleh perusahaan sebenarnya adalah implementasi dari nilai penggantian manfaat (value of replacement benefit) ke arah yang lebih produktif atas penggunaan lahan yang dikuasai secara adat oleh masyarakat sekaligus sebagai social invesment bagi perusahaan dalam rangka menjaga keberlanjutan perusahaan.
Pada dasarnya sebagai pelaksana dari progam pemberdayaan masyarakat adalah kelompok masyarakat itu sendiri (masyarakat binaan), dengan bimbingan, bantuan dan dukungan dari lembaga formal maupun informal dan difasilitasi oleh perusahaan. Bagi pihak perusahaan sendiri didalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat harus menyadari kondisi sebenarnya yang terdapat di lapangan sebelum diputuskan strategi pendekatan apa yang dapat diberikan kepada masyarakat agar pola pemberdayaan masyarakat yang secara konsep telah dimiliki dan dijadikan pedoman dapat diterapkan dan dilaksanakan serta berhasil sesuai dengan tujuannya.
Dalam implementasi pola yang dikembangkan oleh perusahaan IUPHHK adalah menyelaraskan operasional pengelolaan hutan dan peningkatan kerjasama, dimana masyarakat menyediakan lahan yang dikuasai secara adat atau turun temurun, dan perusahaan mengelola lahan hutan tersebut. Pola penggunaan lahan masyarakat yang dikembangkan adalah membangun ikatan kerjasama dalam pengelolaan hutan yang saling memberikan manfaat bersama, baik secara ekonomi, sosial maupun perbaikan kualitas lingkungan.

D. Manfaat
Aktivitas pemberdayaan masyarakat yang nyata dapat dinikmati langsung (tangible benefit) oleh masyarakat antara lain (1) hasil tanaman pertanian terpadu, misalnya sawah, tumpangsari jenis palawija dan hortikultura, perikanan, peternakan (2) tanaman yang dibutuhkan dan diinginkan masyarakat seperti karet unggul, buah-buahan, (3) insentif infrastruktur dan lahan, dan (4) pembangunan jalan sebagai pembuka akses yang dapat menghubungkan desa-desa, (5) fasilitas pendidikan dan kesehatan masyarakat yang dibangun oleh perusahaan. Sedangkan manfaat tidak langsung (intangible benefit) antara lain, (1) penguatan kelembagaan melalui pembentukan koperasi usaha bersama, kelompok tani hutan dll, (2) pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat, (3) pendidikan anak-anak didik melalui pengiriman guru kelas jauh, dan (4) fasilitas lain seperti bantuan tanaman lokal (unggulan setempat) untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan manfaat lainnya.
Adapun dalam kegiatan pengelolaan hutan, masyarakat setempat dapat diberikan seluas-luasnya ikut dalam tahapan kegiatan pengelolaan hutan. Keterlibatannya adalah sebagai tenaga kerja pada setiap kegiatan operasional, seperti borongan menjadi kontraktor angkutan, penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan lain-lain. Manfaat jangka pendek kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pemegang IUPHHK :
1) Peningkatan kapasitas sumber daya masyarakat melalui perolehan pengetahuan dan keterampilan melalui pelatihan.
2) Terbukanya aksesibilitas dengan dibangunnya jalan-jalan oleh perusahaan.
3) Pemanfaatan sarana dan prasarana pendidikan, keagamaan, dan kesehatan yang dibangun oleh perusahaan.
4) Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha
5) Pembangunan pertanian menetap (intensifikasi lahan basah dan lahan kering)
6) Kegiatan pembinaan masyarakat melalui penguatan kelembagaan masyarakat.
7) Pendampingan dan pelatihan.
Manfaat sasaran antara kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pemegang IUPHHK :
1) Masyarakat memperoleh peningkatan pendapatan dari hasil pertanian terpadu (hortikultura, perikanan dan peternakan) untuk mengisi masa tunggu hasil panen kayu
2) Kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat dalam setiap kegiatan operasional
pengelolaan hutan (penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengangkutan)
3) Kelembagaan masyarakat sebagai sentra produksi dan ekonomi.
Manfaat jangka panjang kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pemegang IUPHHK :
1) Tercapainya pengelolaan hutan produksi yang lestari baik di hutan alam maupun di hutan tanaman.
2) Terciptanya masyarakat yang mandiri dan sejahtera.

E. Hambatan dan Kendala dalam Penerapan
Hambatan dan kendala dalam penerapan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh pemegang IUPHHK yaitu :
1) Kelembagaan masyarakat sebagian besar belum terbentuk dan sebagian yang sudah ada kelembagaannya belum kuat. Belum kuatnya kelembagaan tersebut dikarenakan kurangnya pendampingan baik yang dilakukan oleh Pemerintah, perusahaan maupun dari Lembaga Swadaya Masyarakat.
2) Belum adanya peraturan perundangan yang berlaku dan bentuk-bentuk insentif yang diperolehperusahaan apabila perusahaan melaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat.
3) Adanya konlik lahan yang menimbulkan kasus tumpang tindih lahan sehingga menimbulkan ketidakpastian usaha pemegang IUPHHK.
4) Tersebarnya komunitas dan keragaman kebutuhan masyarakat menyulitkan proses pembinaan
5) Adanya pemaksaan keinginan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya, padahal kondisi tanah kurang mendukung atau tidak sesuai.

F. Lembaga Keuangan Alternatif Setempat
Peran lembaga keuangan alternatif merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat. Sebagai contoh Credit Union (CU) yang berada di dalam masyarakat adat setempat (Kalimantan Barat) mulai berkembang dalam memberikan kredit kepada para anggotanya yang aktif. Credit Union tersebut mempunyai visi “lembaga keuangan pilihan utama masyarakat kita yang memiliki karakteristik: (1) sehat dan aman, (2) produk berbasis kebutuhan, dan (3) kepuasaan anggota”.
Misi Credit Union yaitu :
1) Melakukan pendidikan dan pelatihan untuk mengembangkan sikap kritis dan mandiri.
2) Menyediakan pelayanan keuangan yang sesuai kebutuhan dan bermutu tinggi.
3) Meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi para anggota.
Mekanisme Credit Union :
1)Yang boleh meminjam di Credit Union adalah anggota aktif.
2) Besarnya pinjaman maksimal adalah sebesar Rp 200 juta
3) Pinjaman dan simpanan dilindungi oleh JALINAN (ASURANSI)
4) Jaminan adalah saham dan hak milik.
5) Jika permohonan pinjaman lebih besar dari tabungan maka diminta agunan tambahan.
6) Proses pencairan paling lama satu minggu.
Dalam praktiknya, CU melakukan usaha dengan produk-produk sebagaimana layaknya perbankan konvensional. Keberadaan CU ini dapat dikolaborasikan dengan sistem penyaluran pinjaman uang melalui Badan Layanan Umum atau Badan Pembiayaan Pembangunan Hutan (BPPH).

V. ANALISIS KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Berdasarkan hasil kunjungan lapangan yang dilakukan oleh Tim Pemberdayaan masyarakat ke Propinsi Jambi, Kalimantan Barat dan Riau, bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan dan cukup berhasil dapat diikuti dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kegiatan-kegiatan untuk Pemberdayaan Masyarakat di Tiga Unit Kelola HTI
No.
Propinsi
Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat
1. Jambi
Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat yang dilakukan oleh PT.
Wirakarya Sakti
• Melakukan pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan hutan rakyat dengan 78 kelompok tani dan Koperasi Tani Hutan.
•Membangun Pusat Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat
2. Kalimantan Barat
Model HTI Kemitraan adalah sebuah konsep untuk menciptakan suatu sistem kerjasama antara masyarakat dan perusahaan yang saling mendukung, dalam upaya memenuhi harapan terwujudnya HTI Lestari dan Masyarakat Mandiri.
• Sawah dan tumpangsari padi di antara tanaman HTI
• Pembangunan kebun karet unggul
• Pendampingan pada masyarakat dalam pemanfaatan potensi lingkungan
• Pelatihan untuk masyarakat secara partisipatif
• Pekerjaan penebangan dilakukan oleh kontraktor masyarakat setempat.
3. Riau
Program Pemberdayaan Masyarakat yang dilaksanakan oleh PT.
RAPP
1. Program Sistem Pertanian Terpadu
a. Balai Pelatihan & Pengembangan Usaha Terpadu (BPPUT)
- Pusat pelatihan mitra bina
- Pusat penelitian dan pengembangan
- Pusat informasi pasar dan pembiayaan usaha
- Pusat pengendalian aktivitas PPMR Riaupulp
b. Peternakan (budidaya ternak dan penggemukan ternak)
c. Pertanian
- Budidaya tanaman pangan
- Budidaya tanaman hortikultura
d. Perikanan
- Budidaya ikan dalam kolam
- Budidaya ikan dalam keramba
2. Program Sosial dan Infrastuktur
a. Pelayanan kesehatan
b. Infrastruktur
c. Pendidikan
d. Keagamaan
e. Budaya dan olahraga
3. Program Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah / Small Medium Enterprises Program (kemitraan dan kewirausahaan)
4. Program Pelatihan Kejuruan (vocational training)
5. Program Hutan Tanaman Rakyat (HTR)
Hasil kajian pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan oleh Kelompok Kerja Pemberdayaan Masyarakat Departemen Kehutanan adalah Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Pola Kemitraan. Hasilnya disajikan berdasarkan tingkat suku bunga dan harga kayu (bahan baku serpih) dan jenis kayu pertukangan sebagaimana Tabel 2 dan Tabel 3. Pembagian hasil antara pemegang IUPHHK dan petani/masyarakat adalah 50% dan 50%. Asumsi dasar (1) volume produksi 150 m3/hektar, (2) nilai tukar 1 USD = Rp 9.500, dan (3) suku bunga antara 5 - 20 persen
per tahun, serta (4) harga jual tersimulasi dari US$ 20 - US$ 34 per ton.

Tabel 2. Margin Petani dari Hasil HTR-kayu serat Berdasarkan Tingkat Suku Bunga
dan Harga Kayu.
Harga Jual (US$)
Margin
20
22
24
26
28
30
32
34
Suku Bunga 15%
- Margin Rp/Ha
- Margin Rp/Bulan
Suku Bunga 10%
- Margin Rp/Ha
- Margin Rp/Bulan
Suku Bunga 5%
- Margin Rp/Ha
- Margin Rp/Bulan
3 570
50
4 320
60
5 075
71
4 990
69
5 750
80
6 500
90
6 420
89
7 170
100
7 925
110
7 840
109
8 600
119
9 350
130
9 270
129
10 020
139
10 775
150
10 690
149
11 450
159
12 200
170
12 120
168
12 870
179
13 625
189
13 540
188
14 300
199
15 050
209
Sumber : Kelompok Kerja Pemberdayaan Masyarakat, Dephut, 2006 (diolah)
Keterangan: Angka-angka tersebut dalam ribuan rupiah, kecuali harga jual (dalam US$).

Tabel 2 tampak bahwa margin yang diperoleh petani/masyarakat per bulan sangat kecil dari hasil tanaman HTR tersebut. Dibandingkan upah minimum regional (UMR), maka marginnya hanya berkisar 22% - 27% saja, pada tingkat harga US$ 28 per ton (= Rp 266 000 per ton). Jika demikian halnya, maka HTR belum menarik sebagai usaha tunggal petani dibandingkan dengan usaha lain seperti kebun karet atau kelapa sawit. Di samping itu, hasilnya pun masih harus menunggu selama daur atau sekitar 7 - 8 tahun. Oleh karena itu, sangat wajar jika harus dikombinasikan dengan tanaman lain, sebagai tanaman kehidupan dan tanaman pangan yang diharapkan dapat
memberikan penghasilan yang layak dan dapat diperoleh secara rutin.

Tabel 3. Margin Petani dari Hasil HTR-kayu perkakas Berdasarkan Tingkat Suku Bunga
dan Harga Kayu.
Harga Jual (US$)
Margin
28
30
32
34
36
38
40
42
Suku Bunga 15%
- Margin Rp/Ha
- Margin Rp/Bulan
Suku Bunga 10%
- Margin Rp/Ha
- Margin Rp/Bulan
Suku Bunga 5%
- Margin Rp/Ha
- Margin Rp/Bulan
9 270
129
10 020
139
10 775
150
10 690
149
11 450
159
12 200
170
12 120
168
12 870
179
13 625
189
13 540
188
14 300
199
15 050
209
14 970
208
15 730
219
16 480
229
16 400
228
17 160
240
17 910
250
17 830
249
18 590
260
19 340
270
19 260
268
20 020
280
20 770
290
Sumber : Kelompok Kerja Pemberdayaan Masyarakat, Dephut, 2006 (diolah)
Keterangan: Angka-angka tersebut dalam ribuan rupiah, kecuali harga jual (dalam US$).
Hasil simulasi pada tingkat suku bunga 5%, jika HTR diarahkan untuk tanaman jenis kayu perkakas akan menghasilkan Rp 64.6 juta per hektar (harga kayu pada US$ 34 per ton). Apabila biaya penanaman dan pemanenan sebesar Rp 39.1 juta per hektar, maka margin yang diperoleh sebesar Rp 18.9 juta per hektar (Rp 94.500 per ton) atau hanya sekitar Rp 198.450 per bulan. Dengan tingkat suku bunga yang rendah (5%) saja, margin yang diperoleh masih jauh dari UMR (sekitar Rp 610.000 per bulan). Ini mengindikasikan bahwa hasil kayu dari HTR tidak layak untuk diusahakan secara penuh bagi petani.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan akan membawa dampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat sesuai dengan yang diharapkan jika mengacu pada konteks sosial lingkungan dan dilakukan dengan pendekatan partisipatif. Model yang digunakan merupakan model sosial yang fleksibel dan dinamis sehingga apabila terjadi perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat karena perkembangan dinamika sosial, maka perubahan model berupa penyesuaian sesuai dinamika yang terjadi. Perlunya dilakukan kajian atau evaluasi terhadap penerapan model khususnya dalam bentuk program untuk menyesuaikan perubahan sosial yang terjadi. Program pemberdayaan masyarakat akan fokus memberikan pendapatan kepada petani yang layak, minimal diatas UMP dan MDG’s. Pemberdayaan masyarakat diharapkan meliputi sbb:
(1) Sumberdaya Manusia dan Organisasi
Salah satu faktor strategis untuk menjamin keberhasilan pemberdayaan masyarakat adalah ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam jumlah yang memadai antara lain untuk jabatan Pengurus Koperasi, Manajer Koperasi, Tenaga Penyuluh dan Pengawas Lapangan. Untuk meningkatkan peran serta Koperasi Tani Hutan sebagai mitra kerja IUPHHK, khususnya dibidang pembentukan SDM yang akan mengelola usaha, perlu adanya dukungan Lembaga Pelatihan dan Lembaga Penetilian & Pengembangan produk-produk unggulan yang akan dimasukkan dalam Program Pemberdayaan Masyarakat.
Program Pendidikan dan Pelatihan SDM harus disusun secara komprehensif dan terus menerus dengan melibatkan para Pakar, Penyuluh Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, Tokoh Masyarakat, Cerdik Pandai, Lembaga Adat, Ulama dan LSM setempat untuk mencetak tenaga Pengurus Koperasi, Manajer Koperasi, Penyuluh dan Pengawas kegiatan Usaha Kemitraan yang handal, profesional dan terpercaya.
Implementasi : setiap pemegang IUPHHK, diharapkan secara proporsional untuk:
1) Memberikan beasiswa pendidikan untuk program S1, D3, SLTA, SLTP dan SD
2) Meningkatan pendidikan guru (TK, SD, SLTP, SLTA).
3) Menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai.
(2) Peningkatan Ekonomi
1) Keagrariaan: memfasilitasi inventarisasi kepemilikan lahan petani sekitar hutan guna dibantu pensertifikatan lahan miliknya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2) Kelembagaan: pengembangan kelembagaan meliputi penguatan lembaga yang sudah ada dan pembentukan kelembagaan yang baru (kelompok tani, koperasi, UMKM) dan kelembagaan pendanaan.
3) Peningkatan prasarana pedesaan : komponen ini meliputi kegiatan peningkatan prasarana pedesaan yang dibutuhkan masyarakat lokal untuk memperlancar usaha petani.
4) Membangun keterpaduan tanaman hutan dan pertanian (perkebunan, peternakan, perikanan, holtikultur, dll) sehingga petani dapat melakukan panen mingguan.
5) Membangun sarana pengolahan, jaringan logistik dan pemasaran.
(3) Peran Pelaku Utama
Suksesnya program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat sangat dipengaruhi oleh sinkronisasi dan komitmen para pelaku utama dalam pelaksanaannya. Peran sentral masing-masing pelaku utama tersebut adalah:
Pemerintah
1) Menciptakan iklim usaha yang kondusif, perbaikan infrastruktur dan mediasi serta fasilitator program pemberdayaan masyarakat;
2) Menjamin kepastian kawasan dan kepastian usaha bagi investor.
Pemegang IUPHHK
1) Membangun kemitraan usaha dengan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan;
2) Menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar;
3) Melakukan pendampingan dalam membangun kelembagaan dan pembinaan teknis.
Masyarakat
1) Membentuk lembaga (Kelompok Usaha Bersama atau Kelompok Tani Hutan dan Koperasi);
2) Bekerjasama dengan Perusahaan dalam pengelolaan hutan;
3) Membangun unit-unit usaha produktif selain pengelolaan hutan.
LSM
1) Pendampingan sejak awal penyiapan program sampai petani mandiri.
2) Penguatan kelembagaan masyarakat;
3) Pengawasan.
Perguruan Tinggi
1) Proses transfer pengetahuan dan teknologi
2) Kajian dan pengembangan pola-pola pembangunan kehutanan, terkait dengan diagnostikpemberdayaan masyarakat;
3) Pendampingan dan memaduserasikan program-program yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Swasta dan Masyarakat.

B. SARAN-SARAN
Atas dasar hal-hal tersebut di atas, disarankan bahwa untuk menyukseskan pemberdayaan masyarakat diperlukan hal-hal sebagai berikut :
1) Perlunya tenaga fasilitator/pendamping untuk memberikan pembinaan yang lebih intensif kepada masyarakat sekitar hutan baik dari Pemerintah maupun Perusahan. Pembinaan meliputi pembinaan manajemen kelompok, dan pengurusan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga kelompok sebagai acuan dalam pengelolaan aktivitas kelompok. Pendamping dapat berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, LSM maupun pihak perusahaan.
2) Pendampingan terhadap kelompok secara serius dan kontinyu untuk penguatan kelembagaan lokal yang telah terbentuk. Fasilitasi penguatan kelembagaan dimulai dari peningkatan kapasitas orang-orangnya, mekanisme dan aturan main kelembagaan, administrasi, payung hukum lokal, rencana strategis lembaga (program jangka pendek, menengah dan panjang).
3) Perjanjian kemitraan perusahaan dibuat secara transparan yang menyangkut hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra dan diketahui oleh semua pihak termasuk seluruh anggota.
4) Pemetaan sosial ekonomi masyarakat secara partisipatif, bisa dilakukan oleh pihak independen dan melibatkan masyarakat yang dibiayai oleh perusahaan untuk mengidentifikasi potensi sosial-ekonomi desa tempat tinggal mereka dengan melibatkan para multi-pihak pada level desa. Melalui kegiatan ini, kelompok akan memperoleh gambaran utuh tentang upaya potensi sosial-ekonomi yang potensial bagi keluarga miskin di desa serta apa yang bisa dikembangkan.
5) Perlu melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat secara terpadu dengan Pemerintah daerah Kabupaten yang memiliki tenaga fungsional penyuluh sebagai motivator yang tergabung dalam Fasilitator Daerah (Fasda) termasuk LSM yang mempunyai komitmen pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan produksi.
6) Pemetaan partisipatif terhadap lahan yang dikelola kelompok untuk menghindari konflik pembagian hasil panen.
7) Kemitraan dengan perusahaan IUPHHK sebaiknya lebih diintensifkan karena dapat memberikan jaminan pasar dan modal awal.
8) Lamanya masa tunggu untuk mendapatkan hasil kayu, mengakibatkan masyarakat kurang tertarik berpartisipasi aktif dalam kegiatan kemitraan dengan perusahaan IUPHHK. Untuk itu diperlukan kegiatan lain untuk mengisi masa tunggu baik dengan kegiatan pertanian terpadu (tanaman hortikultura, perikanan dan peternakan) maupun dengan tanaman lain yang cepat menghasilkan dan diusulkan oleh masyarakat.
9) Untuk menuju kepada kemandirian, kelompok tani yang sudah terbentuk agar dapat ditingkatkan menjadi koperasi yang berbadan hukum.
10) Pusat pelatihan yang dimiliki oleh perusahaan (IUPHHK) dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kapasitas masyarakat di desa-desa sekitar areal konsesi, sehingga diharapkan hasil pelatihan tersebut dapat mewarnai seluruh aktivitas pembangunan desa-desa di sekitar areal konsesi.
11) Pembentukan kelompok hendaknya dibangun berdasarkan kebutuhan masyarakat bukan sebaliknya, berdasarkan kebutuhan pihak eksternal.
12) Perlu dilakukan studi banding pada lokasi-lokasi lain (baik yang difasilitasi oleh Pemerintah, perusahaan, Organisasi Non Pemerintah maupun Perguruan Tinggi) yang mengembangkan insiatif sejenis. Sebagai bagian dari proses pembelajaran dan peningkatan kapasitas kelompok maupun masyarakat
13) Kegiatan pemberdayaan masyarakat/kemitraan harus memberikan manfaat ekonomi secara langsung kepada masyarakat.
14) Dalam pembangunan kemitraan harus melibatkan Pemegang IUPHHK, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat serta LSM.
15) Diperlukan Tim yang kuat di daerah, yang unsurnya terdiri dari pelaku utama (pemerintah, pengusaha dan masyarakat) dan stakeholder lain dalam pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat mandiri yang sejahtera.
16) Selain itu, untuk lebih meningkatkan peran masyarakat dalam keikutsertaan sebagai pelaksana kegiatan produktif, dapat melakukan akses keuangan pada lembaga keuangan yang sudah mengelola keuangan di tingkat masyarakat, seperti Credit Union (CU).

VII. REKOMENDASI

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pemegang IUPHHK, maka upaya-upaya yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Peningkatan komunikasi yang lebih intensif yang melibatkan ketiga unsur terkait dalam model (pola) ini (perusahaan, pemerintah dan masyarakat) dalam membahas hambatan-hambatan yang dihadapi sehingga kelancaran operasional pengelolaan hutan dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
2) Sinergi dalam membangun wilayah antara perusahaan sebagai sektor swasta dan pemerintah harus dilakukan dengan saling mendukung sehingga dapat menghindari tumpang tindih pembangunan.
3) Dukungan yang lebih riil dari pemerintah terhadap upaya kelancaran investasi pengelolaan hutan sangat dibutuhkan terutama dalam menyelesaikan potensi konflik internal antar masyarakat (misalnya tata batas).
4) Sesuai dengan perjanjian pengelolaan hutan antara perusahaan dan masyarakat, teknis pengaturan operasional perusahaan adalah sepenuhnya kewenangan perusahaan. Dalam hal ini perusahaan akan tetap memberikan peluang dan kesempatan yang proporsional bagi masyarakat.
5) Perankan lembaga keuangan alternatif setempat dan Perusahaan memfasilitasi melalui penjaminan atau lainnya sebagai wujud pemberian akses finansial kepada masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan.

IX. PENUTUP
Pemberdayaan masyarakat pada setiap lokasi akan berbeda satu dengan lainnya dalam bentuk dan polanya karena sangat tergantung pada kondisi spesifik pada lokal setempat. Keberhasilan pemegang IUPHHK dalam upaya pemberdayaan masyarakat di suatu tempat tidak dapat diterapkan ditempat lain dengan cara yang sama dan diperlukan penyesuaian-penyesuaian sesuai kondisi setempat. Pengalaman dalam upaya pemberdayaan masyarakat yang telah dilihat dilapangan dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk mencari pokok masalah dalam pemberdayaan masyarakat dan upaya pengembangan menuju keberhasilan program pemberdayaan masyarakat desa di dalam dan disekitar hutan produksi.
1) Berbeda dengan Program Bina Desa, pemberian Sembako dll. yang berbentuk
bantuan, charity dan hibah, maka semua Program Pemberdayaan Masyarakat pada dasarnya tidak memberikan hibah, bantuan, charity ataupun saham kosong, tetapi memberi akses dan peran aktif kepada masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha yang mandiri dan lestari, dikelola secara profesional, layak finansial, serta ramah lingkungan.
2) Apabila tujuan akhir dari Program Pemberdayaan Masyarakat adalah Hutan Lestari dan Masyarakat sejahtera serta Mandiri, maka secara bertahap Masyarakat harus berhimpundalam wadah Koperasi Tani Hutan.
3) Apabila Perusahaan/Pemegang IUPHHK bermitra dengan Koperasi Tani Hutan, maka kelayakan finansial mutlak harus dicapai.
4) Salah satu upaya untuk menciptakan Pemain Baru disektor Kehutanan adalah melalui Kemitraan dengan Pemain Lama, karena Pemain baru tidak dapat diciptakan, tetapi harus melalui pembinaan bersama para Stakeholder secara terus menerus.
Syarat keberhasilan pemberdayaan masyarakat apabila terpenuhi kriteria pemberdayaan sebagai berikut (1) Adanya tujuan, sasaran, target pencapaian dan program kegiatan yang jelas sesuai dengan kebutuhan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan, (2) Adanya perubahan cara pandang, pola berpikir, dan kemampuan teknis, (3) Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, (4) Pembinaan dan pendampingan yang berkelanjutan, (5) Adanya pengembangan
kebersamaan dan kontrol sosial, dan (6) Program kegiatan disusun secara aspiratif.

LAMPIRAN-LAMPIRAN


Berikut ini adalah versi HTML dari berkas http://www.damandiri.or.id/file/frnsiskakorompisbab2.pdf.
G o o g l e membuat versi HTML dari dokumen tersebut secara otomatis pada saat menelusuri web.Page 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar