Sabtu, 10 Januari 2009

Konsep Pengendalian Hama Terpadu

PENERAPAN KONSEP PENGENDALIAN HAMA TERPADU
SEBAGAI PROSES PEMBERDAYAAN PETANI


Di dunia internasional Indonesia terkenal sebagai negara berkembang pertama yang telah berhasil menerapkan PHT ditingkat petani sehingga sekarang telah dijadikan model bagi negara-negara lain dalam menerapkan dan mengembangkan PHT sesuai dengan kondisi pertanaman, ekosistem, dan sistem sosial ekonomi masyarakat. Prinsip pendidikan orang dewasa yang diwujudkan dalam bentuk Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) telah diakui relevansi, efektivitas serta manfaatnya oleh banyak pihak sebagai pendekatan pemberdayaan petani untuk kondisi petani di negara berkembang. Indonesia sebagai negara perintis penerapan SLPHT pada banyak jenis tanaman dan ekosistem termasuk tanaman padi, palawija, sayuran dataran tinggi dan dataran rendah. Sejak tahun 1997, kita mulai melaksanakan SLPHT untuk memandirikan petani pekebun pada 6 komoditi perkebunan (kopi, teh, kakao, jambu mete, lada, dan kapas) di 12 propinsi.
Penerapan dan pengembangan PHT oleh petani dengan pendekatan SLPHT bertujuan memandirikan atau memberdayakan petani dalam mengambil keputusan pengelolaan agroekosistem dan sistem usaha tani atas dasar penalaran dan prinsip-prinsip PHT adalah : budidaya tanaman sehat, lestarikan dan manfaatkan musush alami, pengamatan ekosistem berkala, petani sebagai ahli PHT.
Sejak diterima dan diterapkannya metode SLPHT tersebut, pengertian dan cakupan konsep PHT saat ini sudah berkembang sedemikian komprehensif dan rumit sehingga PHT tidak dapat diartikan hanya sebagai konsep teknologi pengendalian hama, yang berupaya memadukan berbagai teknik pengendalian hama. Sebagai teknologi pengendalian hama, PHT harus dapat dipertanggungjawabkan secara ekologi, ekonomi, sosial budaya, kemanusiaan, dan juga secara politik, sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep PHT tidak statistetapi selalu berkembang secara dinamis sesuai dengan sifat hakiki dinamika ekosistem dan sistem sosial ekonomi masyarakat. Konsep PHT tidak dapat dibatasi oleh disiplin ilmu, sektor pembangunan, daerah administrasi, bahkan oleh batas negara. Karena itu, pelaksanaan konsep PHT mutlak dilakukan secara terpadu dan lintas disiplin, lintas sektor, serta lintas daerah.
Dari pengalaman dan pengamatan selama ini di Indonesia, pendekatan SLPHT memperoleh tanggapan dan penerimaan yang sangat positif dari petani dibandingkan dengan metode alih teknologi konvensional yang cenderung instruktif, serta kurang memandirikan petani dan kelompoknya. Berbagai dampak positif secara ekonomi, ekologi, dan sosial budaya telah dirasakan oleh masyarakat petani yang telah memperoleh kesempatan mengikuti SLPHT.
Namun untuk terjadinya perubahan nyata perilaku dan kebiasaan petani dari yang konvensional menjadi perilaku PHT, tidak dapat dilakukan hanya dengan mengikuti SLPHT yang berlansung selama satu musim tanam atau sekitar 15 รข€“20 kali pertemuan lapangan. Petani dengan kelompoknya masih memerlukan pendampingan dalam meningkatkan profesionalisme mereka sebagai petani PHT, yang mampu memproduksikan hasil pertanian yang berdaya saing tinggi. Kegiatan tindak lanjut atau pasca PHT sangat diperlukan agar kelompok petani yang selama SL digunakan sebagai forum belajar-mengajar dan mengembangkan pola kerjasama antar anggota kelompok menjadi forum, unit produksi, dan unit usaha/bisnis.
Pada praktek di lapangan pendekatan pemberdayaan petani melalui penerpan SLPHT sering mengalami hambatan dan tantangan dari sistem birokrasi administrasi yang ada, serta perbedaan persepsi mengenai pemberdayaan petani yang diikuti oleh pejabat dan petugas pemerintah, dunia industri, dan jga para peneliti termasuk akademisis universitas. Para stakeholders terutama pemerintah, dunia industri, dan para peneliti seharusnya memfungsikan diri mereka sebagai fasilitator bagi petani bukan sebagai penentu keputusan. Petani perlu diberi kesempatan dan kepercayaan untuk mengembangkan kepercayaan diri, kemandirian, serta kemampuan profesional mereka dalam mengambil keputusan yang terbaik bagi diri mereka.
[1] Abstrak makalah pada Seminar Nasional rapat Koordinasi Wilayah III, Himpunan Mahasiswa Perlindungan Tanaman Indonesia, Universitas Brawijaya 18 Maret 2002
Berikut ini adalah versi HTML dari berkas http://images.soemarno.multiply.com/attachment/0/RfpTVwoKCpkAADM3lIk1/Konsep%20PendampINGAN%20Social%20Forestry.doc?nmid=22248951.
G o o g l e membuat versi HTML dari dokumen tersebut secara otomatis pada saat menelusuri web.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar